Selasa, 14 April 2009

STRATEGI MENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK ANAK*
Oleh : Drs. Hapidin MPd.**

A. Selayang Pandang tentang “Kecerdasan”
Kecerdasan merupakan salah satu potensi dasar yang telah dianugerahkan Allah SWT., pada manusia untuk menjalankan amanah-Nya sebagai khalifatullah fil Ardi atau penerus, pemelihara dan penegak ajaran Islam di muka bumi (QS Al-Baqarah : 30). Potensi dasar ini hanya diberikan Allah SWT., pada manusia saja dan tidak diberikan pada makhluk lainnya. Dengan kecerdasan tersebut, manusia dapat berfikir, mengamati, berdiskusi, berdebat, menciptakan sesuatu, merangkai kata/bahasa, memahami dan menguasai alam, berpolitik, menata ekonomi, membuat alat untuk membangun pertahanan dan keamanan, baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta bangsa. Sedemikian hebatnya potensi kecerdasan tersebut sampai-sampai manusia sendiri menemukan berbagai kesulitan untuk memahami misteri “kecerdasan” dirinya sendiri. Berpuluh tahun manusia (para ahli, khususnya bidang psikologi) mempunyai anggapan bahwa kecerdasan manusia itu bersifat tunggal dan dapat diukur dengan satuan yang disebut dengan IQ (Intellegence Quotient). Seseorang anak yang telah berhasil di psikotes atau tes IQ biasanya akan memperoleh satuan IQ dengan besaran 110, 120, 90, 70 atau 140 tergantung dari jenis tes yang dipergunakan. Satuan IQ tersebut masing-masing mempunyai kesimpulan yang bersifat kategorikal, misalnya IQ dengan satuan antara 105-110 tergolong rata-rata cerdas dan 90-99 tergolong dibawah rata-rata. Satuan IQ ini telah memberikan label tunggal untuk menyimpulkan kecerdasan seorang anak, bahkan memprediksi atau meramalkan keberhasilannya pada studi lanjut atau pekerjaan kelak di masa yang akan datang.
Kita dapat membayangkan jika anak kita memperoleh IQ dengan satuan 70. Lantas apa yang akan kita katakan pada anak kita? Jika anak tidak dapat mengerjakan PR atau telat berpikir langsung dilabel “dasar anak Ideot, dasar anak bodoh, bego atau tolol, kayak bapaknya atau kayak ibunya”.
Kalau kita telusuri orang-orang sukses dan menjadi ahli yang mendunia seperti Einsteins, Thomas Alfa Edison atau tokoh-tokoh dunia sekarang George Bush, SBY, Fiedel Castro, Muamar Khadafi, Ahmadinejab, Gusdur dan Amin Rais belum tentu mereka itu memiliki IQ yang tinggi atau superior. Boleh jadi mereka memiliki sisi-sisi atau dimensi-dimensi kecerdasan lain yang menonjol sementara kecerdasan tertentunya kurang bagus. Cara pandang seperti inilah yang sekarang disebut dengan istilah “kecerdasan jamak”, bahkan mungkin super jamak atau istilah kerennya “Multiple Intellegence”. Cara pandang ini menganggap dan menolak cara memahami kecerdasan yang bersifat tunggal serta dapat diukur dengan satuan seperti yang dijelaskan diatas. Apakah masih boleh mengetes IQ anak kita untuk melihat kecerdasannya ? Jawabannya boleh-boleh saja tetapi kalau bisa jangan meminta satuan IQnya tetapi deskripsi atau gambaran umum kecerdasan dengan berbagai aspek atau komponennya. Satuan IQ sebaiknya dihindari untuk menghindari melebel atau “menghukum” anak kita karena skor atau nilai satuan kecerdasannya.

B. Anak yang Cerdas
Uraian di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa anak yang cerdas belum tentu karena skor/nilai IQ tinggi, anak superior atau anak cemerlang dan belum tentu juga hanya karena skor/nilai IQ rendah. Setiap anak diberikan bekal kecerdasan oleh Allah SWT., dengan kadar dan dimensi yang berbeda-beda. Ada anak yang kecerdasan dalam mengolah matematikanya rendah tapi kalau urusan bergaul, mengajak dan mempengaruhi temannya, dia tergolong anak cemerlang. Dalam pandangan kecerdasan jamak, anak seperti ini kurang bagus dalam kecerdasan logis matematis namum bagus dalam kecerdasan interpersonal (kecerdasan sosialnya). Ada anak yang jika berbicara, membaca atau membuat tulisan kurang bagus tetapi kalau sudah mengamati, menemukan atau berbicara tentang lingkungan alam sekitar sangat bagus. Anak seperti ini menunjukkan kurang bagus dalam kecerdasan berbahasa (linguistic Intellegence) dan sangat bagus dalam kecerdasan naturalis (pengamatan dan penghayatan alam atau Natural Intellegence). Kalau demikian, kita sebagai orang tua jangan pernah menghukum atau melebel anak terburu-buru kalau dia tidak bisa mengerjakan PR, kurang bagus dalam membaca, kurang teliti dalam berhitung atau kurang bagus dalam menulis. Masing-masing anak akan menunjukkan pola keunggulan pada suatu dimensi kecerdasan dalam keseluruhan dimensi kecerdasan jamak (multiple Intellegence).
C. Dimensi Kecerdasan Jamak
Howard Gardner, seorang Profesor Pendidikan dari Harvard University telah bertahun-tahun melakukan riset dan studi tentang perkembangan kapasitas kognitif manusia. Setiap anak menunjukkan dominasi perkembangan kecerdasan pada dimensi tertentu dan juga menunjukkan kecenderungan terjadi perkembangan pada daerah otak tertentu. Pada tahun 1983, Gardner menyampaikan Theory of Multiple Intellegence yang menjadi penguat perspektif tentang kognisi manusia. Kecerdasan adalah factor kognisi yang dipengaruhi oleh unsure budaya dimana dilahirkan dan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia (Campbell etc., 2002 : p.2). Pada penemuannya di tahun itu, Gardner mengidentifikasi 7 jenis kecerdasan manusia. Ketujuh kecerdasan yang dimaksud adalah :
1) Kecerdasan berbahasa (Linguistic Intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks. Kelompok yang yang kuat atau bagus dalam kecerdasan ini diantaranya adalah pengarang, penyair, jurnalis, pembicara dan penyir berita.
2) Kecerdasan Logika-matematika (Logical-Mathematical Intellegence),
Kecerdasan ini merupakan kemampuan berpikir dalam melakukan operasi hitung, mengukur, mepertimbangkan preposisi dan hipotesis serta menyelesaikan operasi-operaso matematis. Kelompok orang yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan logis matematis diantaranya adalah ahli matematika, akuntan, insinyur dan programer.
1) Kecerdasan berbahasa (Linguistic Intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks. Kelompok yang yang kuat atau bagus dalam kecerdasan ini diantaranya adalah pengarang, penyair, jurnalis, pembicara dan penyir berita.
2) Kecerdasan Logika-matematika (Logical-Mathematical Intellegence),
Kecerdasan ini merupakan kemampuan berpikir dalam melakukan operasi hitung, mengukur, mepertimbangkan preposisi dan hipotesis serta menyelesaikan operasi-operaso matematis. Kelompok orang yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan logis matematis diantaranya adalah ahli matematika, akuntan, insinyur dan programer.
3) Kecerdasan Spasial(Spatial Intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan seseorang berpikir untuk merasakan dan menghadirkan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, mengubah atau memodifikasi bayangan, mengemudikan diri sendiri, dan objek melalui ruangan serta menghasilkan atau ,emguraikan informasi grafik. Kelompok yang yang kuat atau bagus dalam kecerdasan ini diantaranya adalah pelaut, pilot, pemahat, pelukis, arsitek.
4) Kecerdasan Kinestetik-tubuh (Bodily Kinesthetic Intellegence),
Kecerdasan ini merupakan kemampuan seseorang dalam menggerakan objek dan keterampilan fisik yang halus. Kelompok orang yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan kinestetik diantaranya adalah atlet, penari, ahli bedah dan seniman.
5) Kecerdasan Musik (Musical Intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan dan kepekaan seseorang dalam pemahaman pola titi nada, melodi, ritmik dan nada. Kelompok orqang yang kuat atau bagus dalam kecerdasan ini diantaranya adalah composer, musisi, kritikus dan pembuat alat musik.
6) Kecerdasan Sosial (Interpersonal Intellegence),
Kecerdasan ini merupakan kemampuan memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Kelompok orang yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan social diantaranya adalah guru, pekerja social, artis dan politikus.
7) Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intellegence),
Kecerdasan ini merupakan kemampuan dalam membuat persepsi yang akurat tentang diri sediri dan menggunakannya untuk merencanakan serta mengarahkan kehidupan seseorang secara positif. Kelompok orang yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan social diantaranya adalah ahli ilmu agama, ahli psikologi dan ahli filsafat.
Pada periode berikutnya, Gardner menemukan formulasi dimensi kecerdasan lain yaitu kecerdasan moral (Moral Intellegence) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Intellegence).

D. Strategi Mengembangkan Kecerdasan Jamak
Uraian strategi sederhana ini disusun untuk mengembangkan kecerdasan jamak secara keseluruhan pada setiap anak. Dengan demikian, cakupannya masih bersifat umum. Adapun strategi yang bersifat spesifik (khusus) untuk setiap bentuk atau dimensi kecerdasan sebaiknya dipahami, dipelajari dan disusun strategi untuk masing-masing dimensi yang dimaksud.
1. Mengenali Dimensi Kecerdasan Yang Menonjol
Pada langkah awal, pendidik sudah seharus memahami terlebih dahulu makna tentang anak yang cerdas sebelum mengenali dimensi kecerdasan yang menonjol pada anak kita. Jika sudah dapat memahami makna anak yang cerdas, maka pahami dan identifikasi anak kita cenderung berada dalam dimensi kecerdasan mana yang menonjol. Buatlah catatan-catatan fakta, peristiwa atau kejadian sederhana yang menggambarkan kecenderungan kecerdasan anak kita.
2. Menggali Potensi secara Lebih Dalam
Langkah ini merupakan lanjutan dari langkah pertama untuk menggali lebih dalam potensi kecerdasan yang menonjol dan menggambarkan juga potensi yang belum tampak. Pendidik (orang tua dan guru) sebaiknya memberikan kesempatan yang sama dan seimbang agar semua potensi kecerdasan dapat berkembang. Setiap dimensi kecerdasan dapat melejit atau melesat dengan cepat pada setiap anak, bahkan dapat pula sebaliknya suatu dimensi yang menonjol akan tenggelam atau menyusup kembali karena kurang diberikan ruang atau kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
3. Memetakan Kekuatan & Kelemahan Pada Setiap Dimensi
Setelah pendidik dapat menggali dan memperoleh pemahaman yang bersifat factual (nyata) dari apa yang dipikirkan, dibicarakan dan ditunjukkan setiap anak maka langkah selanjutnya adalah membuat peta kekuatan dan kelemahan masing-masing dimensi kecerdasan dari diri anak kita. Peta ini penting agar pendidik dapat menyusun pola yang tepat dalam mendukung dimensi kecerdasan yang telah menonjol dan memperbaiki dimensi kecerdasan yang belum tampak.
4. Memberikan Dukungan Program, Proses, Alat dan Lingkungan yang Tepat
Dengan peta kekuatan dan kelemahan masing-masing dimensi kecerdasan jamak pada anak kita, maka selanjutnya kita dapat menyusun dan memperkirakan program apa yang dapat mendukung pengembangan suatu dimensi kecerdasan, bagaimana proses yang akan ditawarkan pada anak kita, Alat apa saja yang harus dipersiapkan dan dengan lingkungan bagaimana kita harus memberikan dukungan. Keempat aspek tersebut sebenar merupakan satu kesatuan yang utuh dalam proses mendidik tumbuh kembang seluruh dimensi kecerdasan jamak anak kita.
5. Bekerja sama dengan Sekolah
Jika langkah keempat sudah lengkap kita susun, selanjutnya kita dapat melakukan upaya kerja sama dengan pihak sekolah atau pihak lain yang mungkin dapat memberikan dukungan misalnya sanggar kreativitas (tari, musik dan seni dua/tiga dimensi), lembaga bimbingan belajar atau kursus-kursus professional. Kerja sama dapat dibangun juga dengan organisasi anak, perkumpulan pencak silat atau lainnya. Seluruh upaya kerja sama didasarkan pada data yang kita telah siapkan di langkah keempat.


Referensi
David Campbell, terj. Mangunharjana, Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta : Kanisius, 1986.
Linda Campbell, Bruce Cambell and Dee Dickinson, terj., Metode Terbaru, Melesatkan Kecerdasan. Depok: Inisiasi Press, 2002.
Hapidin, Model-model Pendidikan untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Ghiyats Alfiani Press, 1999.
Hapidin, Strategi Pembelajaran ; Acuan Konseptual dan Praksis. Bekasi : Pusdaini Press, STAI Bani Saleh, 2005.
Hurlock, Elizabeth B., terj. Meitasari Tjandrasa, Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga, 1989.
Munandar, Utami, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : PT Gramedia, 1987.
Rogers, C

Tidak ada komentar: