Jumat, 22 Oktober 2010

Strategi Pembelajaran Kita

STRATEGI PEMBELAJARAN KITA
(KREATIF, INOVATIF & ATRAKTIF)*
(* disampaikan dalam Lokakarya Guru TK Pembina Tingkat Provinsi)
Oleh : Drs. Hapidin M.Pd.

A. Latar Belakang

Penguasaan strategi Pembelajaran merupakan salah satu ciri utama kompetensi professional bidang keguruan. Melalui penguasaan strategi pembelajaran, seorang guru akan menunjukkan dua aspek sekaligus, yakni penguasaan aspek konseptual yang membentuk kerangka berpikir (mind set) guru dan penguasaan aspek praktik yang membentuk tindakan mendidik (educating action). Pada penguasaan aspek konseptual, seorang guru harus menguasai aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep perkembangan anak, konsep kurikulum, konsep model pembelajaran dan konsep metodologi pembelajaran. Adapun aspek praktik diantaranya mencakup penguasaan teknik pembelajaran, melakukan asesmen perkembangan anak, mengembangkan bahan ajar menggunakan media/sumber belajar dan menata lingkungan pembelajaran.
Pentingnya penguasaan komponen strategi pembelajaran tersebut akan memberikan dampak langsung dalam membantu anak didik belajar secara aktif, asyik dan menyenangkan serta mencapai hasil belajar yang optimal. Namun demikian, pada pelaksanaan di lapangan banyak sekali kendala dan permasalahan ditemukan, terutama berkaitan dengan bagaimana menciptakan strategi pembelajaran yang memungkinkan anak didik belajar dengan tenang, nyaman, asyik dan menyenangkan. Banyak guru yang menciptakan kegiatan belajar mengajar ”BPPT-LKS” atau ”Buku Paket-Papan Tulis-LKS” yang menjadikan situasi monoton, anak aktif tertekan dan jenuh. Guru lebih banyak mengejar target kurikulum (dalam arti sempit standar isi pendidikan) dibandingkan dengan proses belajar anak itu sendiri. Hal ini juga dipicu oleh kebijakan pemerintah yang lebih banyak menitik beratkan pencapaian hasil belajar (terutama pada hasil kenaikan kelas atau ujian akhir nasional). Kebijakan tersebut pada dasarnya cukup bertentangan dengan konsep KBK (kurikulum 2004) dan KTSP (kurikulum 2006) yang menitik beratkan kegiatan pendidikan pada pencapaian proses dan hasil belajar anak didik secara seimbang. Pada sisi lain, kegiatan belajar mengajar (baik di TK maupun SD) lebih banyak didominasi guru sebagai pengajar dibandingkan dengan aktivitas murid sebagai pembelajar. Hal ini ironis mengingat CBSA atau Children centre atau acitve learning telah diperkenalkan sejak kurikulum 1984 dan secara konsisten diteruskan pada kurikulum 1994, 2004 dan 2006.
Disamping itu, masih banyak TK dan SD yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang lebih banyak mengarahkan anak hanya sekedar tahu atau mepunyai pengetahuan (learning how to know). Kondisi ini berdampak pada ketidak pahaman anak tentang ”untuk apa saya belajar ini dan bagaimana saya menggunakan pelajaran ini?”. Sebagai contoh, kita yang sudah belajar 12 tahun masih belum mengerti untuk apa dan dimana ”rumus phytaghoras” itu dipergunakan, dimana saya menemukan gelombang magnet, ciri-ciri makhluk hidup, tumbuhan monokotil dan dikotil, gotong royong dan sebagainya.
Berbagai fakta dan permasalahan tersebut menjadi tantangan kita sebagai guru dan guru telah diakui sebagai suatu profesi. Sebagai suatu profesi, segala tindakan guru dalam mendidik atau membelajarkan anak didik harus didasarkan konsep pendidikan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini menunjukkan bahwa praktik mengajar guru benar-benar memiliki dasar-dasar pedagogis atau sering disebut sebagai praksis, yakni praktik mendidik atau membelajarkan anak yang didasarkan pada bangunan konsep pendidikan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Kalau kita mengajarkan membaca ”Ba ju – Baju” atau ”9 ditambah 5, 9 simpan di kepala lalu tambah 5” tidak tahu sama sekali apa dasarnya dan kita melihat tindakan yang sama dilakukan sama si Mbok mengajarkan anak majikannya yang juga tidak tahu dasarnya lantas ”apa bedanya kita dengan si Mbok tersebut”.
Untuk mengembalikan citra guru sebagai seorang profesional, salah satu hal menjadi dasar dan pertaruhan kita adalah ”menguasai strategi pembelajaran” sampai ke akar-akarnya sehingga kita dapat menemukan suatu strategi pembelajaran yang paling sesuai, paling cocok atau paling tepat dengan perkembangan anak (Developmentally Appropriate Practice Instruction disingkat DAPI). Persoalan selanjutnya adalah bagaimana kita dapat menciptakan strategi pembelajaran yang DAPI ? Mari kita coba menelusuri strategi pembelajaran seperti dengan mengistilahkan strategi pembelajaran KITA (Kreatif, Inovatif dan Atraktif). Ini merupakan rumusan pembelajaran yang membangun kreativitas anak, memberi kesempatan anak berinovasi dan membuat anak atraktif (menyenangkan).

B. Prasyarat Utama : Strategi Pembelajaran KITA
Prasyarat utama dalam menguasai strategi pembelajaran adalah melakukan penelaahan diri (self instrospection) dengan mengajukan pertanyaan :
1) Apakah saya memahami perkembangan anak pada rentang usia anak didik yang saya ajar ?
2) Apakah saya sudah menggunakan konsep perkembangan anak dalam kegiatan belajar mengajar ?
3) Apakah saya sudah memahami secara benar kurikulum yang menjadi acuan di tempat saya mengajar (termasuk kurikulum yang berlaku secara nasional) ?
4) Apakah saya sudah melakukan analisis gradasi (susunan) kompetensi dasar pada setiap bidang pengembangan atau bidang studi yang akan dicapai dan dikuasai anak didik ?
5) Apakah saya sudah memahami pendekatan, metode dan prinsip kegiatan pembelajaran yang disarankan dalam kurikulum (KBK’2004 atau KTSP’06) ?
6) Apakah saya sudah menguasai teknik penilaian proses dan hasil pembelajaran sebagaimana disarankan dalam kurikulum ?
7) Apakah saya mengenal dan memahami model-model pendidikan (pembelajaran) apa saja yang dapat dipergunakan pada lembaga pendidikan tempat saya bertugas ? (sebagai contoh : ada TK/SD dengan model sekolah alam, TK/SD model Proyek dan TK/SD model Sentra).
8) Apakah saya menguasai dan dapat mempraktikan dengan benar ragam pendekatan dan metode pembelajaran sesuai dengan tingkat pendidikan dimana saya bertugas ?
9) Apakah sebelum memulai awal tahun pelajaran, saya melakukan asesmen terhadap pengetahuan dan kemampuan awal anak sehingga saya memperoleh gambaran kemampuan awal setiap anak terhadap standar kompetensi yang diharapkan ?
10) Apakah saya telah menggunakan ragam teknik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak secara individual, kelompok maupun klasikal ?
11) Apakah saya telah berusaha menyusun dan mengembangkan bahan ajar sendiri secara terpadu dan kontekstual ?
12) Apakah saya telah menggunakan media dan sumber belajar yang sesuai dan tepat dengan kebutuhan anak didik dan pencapaian kompetensinya ?
13) Apakah saya telah menata dan menciptakan lingkungan pembelajaran (baik indoor space maupun outdoor space) yang membuat anak nyaman, kerasan, aktif dan menyenangkan ?


C. Strategi Pembelajaran KITA, dari Mana Mulainya ?
Jika prasyarat utama di atas sebagian besar sudah kita penuhi, kita dapat memulai strategi pembelajaran KITA. Sebagai alternatif memulai strategi pembelajaran KITA dapat dipelajari tips berikut ini :
1. Mulailah di awal tahun pelajaran (atau awal pelajaran) dengan melakukan asesmen perkembangan atau kebutuhan anak.
Asesmen merupakan tahap paling awal untuk memulai strategi pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak didik (DAPI). Memulai dengan asesmen berarti memulai dengan apa yang dimiliki oleh anak didik bukan apa yang dikuasai guru. Strategi pembelajaran yang DAPI adalah strategi pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan anak secara individual walaupun dalam pelaksanaanya anak didik dapat dikelompokan sesuai dengan hasil asesmen (misalnya kelompok anak didik si Cepat, si Sedang dan si Lambat atau dengan simbol si Mekar, Kuncup dan si Putik). Hasil asesmen ini sekaligus akan menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun satuan kegiatan pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan program dan proses pembelajaran yang berdiferensiasi (berbeda) sesuai dengan keberbedaan anak atau kelompok anak.
2. Periksalah silabus pembelajaran dan rencana pembelajaran KITA.
Silabus dan rencana pembelajaran merupakan refleksi atau perwujudan dari keunggulan guru dalam menguasai strategi pembelajaran. Silabus sebagai rangkuman rencana pembelajaran yang menyeluruh hendaknya dibangun dari suatu konteks atau tema kehidupan yang nyata sehingga terjadi pembelajaran yang sesuai dengan konteks (Contextual Learning) yang memungkinkan anak dapat memahami proses pembelajaran dari kehidupan nyata dan bermakna. Silabus pembelajaran dengan menggunakan tema akan mengarahkan kita pada membuat rencana besar memadukan setiap bidang pengembangan atau mata pelajaran menjadi satu kesatuan yang utuh (terpadu). Tindakan ini sejalah dengan semangat kegiatan belajar mengajar yang menggunakan KBK maupun KTSP, terutama pada pendekatan jaringan pengetahuan dan pendekatan kontekstual. Semangat pembelajaran terpadu ini akan sangat berguna bagi anak didik untuk melihat dan memahami hubungan antar mata pelajaran dalam konteks kehidupan yang nyata. Pada komponen silabus pembelajaran pertimbangkan adanya komponen konsep, baik untuk situasi pembelajaran TK maupun SD seperti konsep Bahasa (Bahasa Indonesia, konsep Agama, konsep Sains (TK : Kognitif Sains), konsep IPS (TK : konsep Sosial Emosi), konsep Matematika (kognitif Matematika) dan konsep Seni. Konsep yang dimaksud adalah rumusan tentang pengetahuan, kemampuan, keterampilan atau pengalaman yang diharapkan akan dicari dan ditemukan anak selama proses belajar mengajar berlangsung. Sebagai contoh, dalam bahasa terdapat konsep menemukan kosa kata baru dan pengertiannya, anak menemukan kesimpulan dari suatu wacana ; dalam sains terdapat konsep tentang air dapat diperoleh dari berbagai sumber, air dapat berubah wujud menjadi padat dan gas, air dapat diolah dengan berbagai cara.
3. Siapkan dan tatalah suasana kelas (indoor space) dan lingkungan sekitar (outdoor space).
Guru dapat menata ruangan kelas dengan berbagai pola yang memungkinkan anak berinteraksi tidak hanya dengan guru tetapi juga dengan teman-temannya dan sumber belajar lain yang relevan. Guru dapat mengatur posisi tempat duduk anak (lingkaran, setengah lingkaran, leter U, berkelompok atau berhadap-hadapan secara kelompok), mengatur posisi meja guru (jangan sampai monoton), rak buku atau display hasil karya anak. Demikian juga dengan penataan sumber belajar yang ada pada lingkungan sekitar, terutama yang terkait dengan tanaman, binatang, tanah, batu dan air. Penataan sarana lingkungan sebenarnya telah diatur contohnya dalam buku pedoman sarana pendidikan. Dalam pandangan guru profesional, tidak ada sejengkalpun ruangan yang tidak bisa dijadikan sarana pengembangan anak. Dari segi penataan lingkungan didalam kelas, setiap ruang akan dibuat kreatif, inovatif dan atraktif, mulai dari lantai kelas (apa yang mengundang anak belajar dari lantai kelas ?), dinding kelas (pembelajaran apakah yang tampak pada dinding kelas yang mengundang perhatian anak), rak buku, jendela, pintu dan langit-langit. Dari segi penataan lingkungan luar kelas juga akan dirancang kreatif. Inovatif dan atraktif, mulai dari pintu gerbang (bisakah pintu gerbang itu dibuat berbentuk ikan hiu, harimau atau ayam yang penting tidak menampakan diri seperti pintu penjara), jalan menuju kelas, tanaman hias dan apotik hidup, tempat hidup binatang, saluran air, tempat pembuangan sampah, papan pengumuman, ayunan, jungkitan, papan luncur dan terowongan.


4. Jika kelas memungkinkan lakukan circle time atau waktu duduk melingkar.
Kegiatan circle time diperlukan untuk membantu anak berinteraksi dengan cara tatap muka langsung. Proses ini akan menumbuhkan rasa percaya diri anak, mempelajari gerak gerik seseorang ketika berbicara serta mempelajari tentang berbagai proses dalam berkomunikasi secara langsung (seperti berpendapat, menyanggah, menyetujui). Dalam kegiatan ini, guru dapat menunjukkan sikap empati untuk menelaah hal-hal psikologis yang mungkin ditemui anak sepanjang bangun tidur sampai berangkat ke sekolah. Aspek psikologis yang negatif (misalnya dipukul, diancam, dicubit) akan berjadi hambatan ketika anak memasuki kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya.
5. Saat memasuki pembelajaran, dari wacana ke pengamatan (praktik langsung) atau dari pengamatan ke wacana.
Memasuki kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya dapat dilakukan guru dari sebuah wacana sebagai bahan ajar yang disusun dan dikembangkan sendiri. Wacana haruslah memperlihatkan keinginan terwujudnya jaringan pengetahuan antara mata pelajaran atau bidang pengembangan satu dengan bidang lainnya. Pemahaman tersebut mengarah pada perlunya mengembangkan suatu wacana yang dapat memadukan hubungan antar mata pelajaran atau bidang pengembangan sehingga menjadi satu kesatuan yang bermakna. Berdasarkan pembelajaran dari wacana, anak dapat dibantu untuk menemukan berbagai konsep yang diinginkan dalam silabus melalui berbagai kegiatan pengamatan atau memperagakan secara langsung.






D. Pendekatan yang disarankan dalam Kurikulum

K
omponen kurikulum merupakan panduan kurikulum yang harus dibaca dan dipahami guru sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan pada suatu lembaga. Pemahaman tentang pengaturan isi dan proses pembelajaran dalam kurikulum akan membantu menanamkan dan membangun kerangka berpikir guru dalam merumuskan dan mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan sasaran program yang akan dicapai. Sebagai contoh, dalam panduan KBM kurikulum 2004 dan KTSP dapat ditemukan beberapa alur pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seperti penggunaan pendekatan 4 pilar pendidikan, pendekatan inquiri, pendekatan konstruktivisme, pendekatan pembelajaran yang demokratis dan pendekatan jaringan pengetahuan. Pendekatan tersebut akan sangat berpengaruh pada pemahaman dan penguasaan strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Sebagai contoh, guru yang biasa memahami dan menggunakan konsep KBM yang menekankan bahwa pembelajaran itu hanya mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan nilai tertentu pada anak didik akan berbeda dengan guru yang memahami dan menggunakan pendekatan empat pilar pendidikan. Guru yang menggunakan strategi pembelajaran dengan empat pilar pendidikan akan merancang dan mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya mengajarkan anak sekedar mengetahui saja (learning how to know) tetapi dia akan mengembangkan strategi pembelajaran yang membelajarkan anak untuk melakukan atau menujukkan sesuatu (learning how to do), membelajarkan anak untuk membangun nilai-nilai dan sikap sendiri (learning how to be) dan membelajarkan anak untuk membangun keselarasan hidup dengan sesama (learning how to life together).
Pendekatan pembelajaran yang pertama diperkuat dengan pendekatan inquiri yang akan membantu murid tidak sekedar memperoleh hasil belajar yang optimal melainkan juga memperoleh berbagai keterampilan inquri yang dalam berbagai hal ditunjukkan oleh pengguasaan keterampilan proses. Keterampilan proses akan membantu murid agar proses pemerolehan berbagai konsep pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan nilai-nilai dilakukannya sendiri melalui sejumlah proses seperti mengamati, mencari, menemukan, mengklasifikasi, membedakan, mendiiskusikan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Penyediaan sejumlah proses belajar murid tersebut pada hakikatnya merupakan cara pandang yang terdapat dalam pendekatan konstruktivisme.
Pendekatan konstruktivisme menganut suatu pemikiran dan pemahaman bahwa kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan usaha atau proses menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang berguna dan diperlukan dalam hidupnya. Aliran ini meyakini bahwa setiap anak didik mempunyai kemauan dan kesanggupan dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Tugas guru yang utama adalah sebagai disainer, motivator dan fasilitator. Sebagai disainer, guru bertugas merancang kegiatan pembelajaran yang melibatkan berbagai keunggulan model, metode, materi, media dan sumber belajar dari berbagai lingkungan yang memungkinkan anak didik belajar secara mandiri. Sebagai motivator, guru bertugas untuk membangun kemauan, minat dan perhatian anak didik tentang berbagai objek atau peristiwa yang dipelajari. Tugas guru sebagai fasilitator adalah menciptakan suasana lingkungan (didalam dan diluar kelas) yang memberikan kemudahan dan kelancaran bagi anak didik untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Falsafah dan pengertian tersebut perlu dan harus menjadi rujukan bagi guru dalam memilih salah satu model pembelajaran konstruktivisme, baik dalam membuat perencanaan maupun pelaksaan pembelajaran.
Selain landasan kurikulum, perencanaan pembelajaran dapat ditelaah dan dikembangkan berdasarkan acuan model pembelajaran dan konsep teoritik tentang disain pembelajaran atau instructional design. Pada berbagai model pembelajaran biasanya dikemukakan rumusan langkah pembelajaran sesuai falsafah dan prinsip yang dianut model pembelajaran yang bersangkutan. Perencanaan pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran akan dikemukakan pada bab. tersendiri. Beberapa acuan model pembelajaran yang akan dibahas diantaranya model pengajaran barang sesungguhnya, model pembelajaran sentra, model pembelajaran proyek dan model pembelajaran simbiotis. Adapun acuan perencanaan pembelajaran sesuai dengan teori disain instruktional juga akan mengemukakan beberapa disain instruksional model Kemp, model Elly dan model Davis pada bab tersendiri.

Daftar Bacaan

Brewer, Jo Ann, Introduction to Early Childhood Education. Allyn and Bacon : 1992.
Bennet, William J. and Chester E. Finn Jr, John T.E. Cribb Jr. The Educated Child ; A Parent Guide from Preschool througt eight grade. New York : The Free Press, 1999.
Decker, Celia Anita and John R. Decker. Planning and Administering Early Childhood Education Programs, fifth edition. New york : merril an Imprint of Macmillan Publishing Company, 1992.
Hapidin, Pedoman Praktis, Perencanaan, Pengelolaan dan Evaluasi Pengajaran untuk Taman Kanak-kanak. Jakarta : Ghiyats Alfiani Press, 1997.
Hapidin, Model-Model Pendidikan Untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Ghiyats Alfiani Press, 2000.
Hapidin, Managemen Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Pusdiani, 2001.
Hapidin, Strategi Pembelajaran : Acuan Konseptual dan Praksis. Bekasi : Pusdaini Press, 2005.
Wolfgang, Charles and Mary E. wolfgang. School for Young Children : Developmentally Appropriate Practices. Needham Heights, Florida Universsity : Allyn and Bacon, 1992.
Wortham, Sue Clark, Measurement and Evaluation in Early Childhood Education. New Jersey : Prentice Hall., Inc., 1995.

Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini

Memahami Standar Nasional Pendidikan
Anak Usia Dini di Indonesia*

Oleh : Drs. Hapidin, M.Pd.**

A. Latar Belakang Perubahan Kurikulum
(dari 1994 ke KBK dan KTSP)

Persaingan regional dan global merupakan bagian yang paling mengemuka dalam hubungan antar bangsa dalam satu dasawarsa ini. Setiap bangsa dan negara melakukan berbagai upaya untuk mempersiapkan segala usaha untuk mempersiapkan sumber daya manusia agar dapat memenangkan persaingan tersebut, paling tidak dapat beradaptasi secara kreatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Disamping itu, perubahan kondisi sosial, budaya serta berbagai pola kecenderungan masyarat, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari tuntutan globalisasi harus diantisipasi dan dijadikan bahan pertimbangan dalam mendesain serta mengembangkan kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan jalur pendidikan di Indonesia.
Di samping itu, Indonesia telah memberikan persetujuan tentang pendidikan untuk semua (education for all) sebagai bentuk kesepakatan internasional, terutama dalam badan UNESCO untuk penyelenggaraan pendidikan di semua negara. Salah satu bentuk kesepakatan tersebut adalah setiap negara perlu menyelenggarakan pendidikan pada setiap jenis dan jalur pendidikan yang bertumpu pada 4 pilar pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Kesepakatan ini mengisyarakatkan bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia harus mengakomodasi keempat pilar tersebut sehingga hasil dan lulusan pendidikan dapat beradaptasi secara kreatif sesuai dengan tuntutan globalisasi.
Sebagai bagian dari dampak arus globalisasi dan tuntutan internal (rakyat Indonesia) pemerintah telah membuat kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Kebijakan ini diharapkan akan memberikan ruang gerak terjadinya deferensiasi pelaksanaan kegiatan pendidikan sesuai dengan kemampuan, keadaan, dan inovasi yang dikembangkan daerah. Upaya ini sekaligus menjadi sarana untuk menguji kemampuan bersaing hasil dan lulusan lembaga pendidikan antar daerah sebagai bentuk awal dalam persaingan regional dan internasional.
Dengan terbukanya ruang gerak pengembangan pendidikan di daerah, maka akan terbuka pula kesempatan masyarakat seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan disetiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Untuk itu pemerintah mengeluarkan strategi penyelenggaraan pendidikan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan kebijakan ini, setiap sekolah perlu diberikan keleluasaan dan kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan sendiri secara kreatif berbagai bentuk program unggulan di sekolahnya. Dalam konteks ini, setiap sekolah diberikan otoritas untuk menyusun program dan proses pendidikan yang mengakomodasi kepentingan sekolah yang bersangkutan, karakteristik daerah, kebutuhan bersaing pada tataaran internasional. Dengan demikian pemerintah akan memberikan perlindungan kepada sekolah-sekolah yang mengembangkan berbagai tawaran program pendidikan yang khas sesuai dengan keuunggulan masing-masing. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan ruang gerak yang luas bagi satuan pendidikan untuk menyusun dan mengembangkan sendiri kurikulumnya dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan sebagai standar minimal.
Dengan memberikan pertimbangan pada kondisi tersebut maka desain dan pengembangan kurikulum akan mengakomodasi kondisi nyata di dalam negeri (internal) dan tuntutan lingkungan masyarakat global. Upaya ini dapat dijadikan acuan untuk mempersiapkan sumber daya warga negara (warga belajar) Indonesia agar memiliki persiapan menghadapi persaingan kerja di dalam dan di luar negeri. Untuk itu, penguasaan berbagai pengetahuan, kemampuan dan keterampilan merupakan hal yang mendasar dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum baru harus mengacu pada penguasaan berbagai penguasaan kompetensi hidup dalam berbagai dimensi yang luas. Kompetensi harus dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah melalui BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) telah menyusun berbagai dokumen standar nasional yang mencakup 1) SKL (standar Kompetensi Lulusan), 2) SI (Standar Isi), 3) Standar Proses, 4) Standar Pengelolaan, 5) Standar Sarana Prasarana, 6) Standar Pendidik, 7) Standar Pembiayaan dan 8) Standar Penilaian. Kedelapan standar tersebut dapat dengan mudah diakses dari websitenya BSNP sebagai acuan standar minimal penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, khususnya untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai bentuk satuan pendidikan telah memiliki standar sendiri (SPAUD) melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 58 Tahun 2009. Standar Pendidikan Anak Usia Dini merupakan acuan minimal dalam menyelenggarakan layanan PAUD pada jalur formal, nonformal dan/atau informal. Standar PAUD terdiri atas 4 acuan yaitu (1) Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan (STPP), (2) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SPTK), (3) Standar Isi, Proses dan Penilaian (SIPP) dan (4) Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan dan Pembiayaan (S2P3). Penjelasan keempat acuan tersebut dijelaskan dalam pembahasan berikut.

B. Pemahaman Jenis Kelembagaan Anak Usia Dini

Dalam pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini di Indonesia dikenal dan diatur beberapa jenis kelembagaan. Beberapa jenis kelembagaan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan
Berdasarkan UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa (1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya pada Pasal 28B Ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sedangkan pada Pasal 28 C Ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.


C. Pemahaman Konsep Kurikulum Pada Lembaga Anak Usia Dini

Secara konseptual kurikulum didefinisikan sebagai pengalaman belajar yang akan ditempuh oleh peserta didik. Sebagai pengalaman belajar, kurikulum memuat berbagai deskripsi pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang akan diikuti oleh peserta didik. Pengalaman belajar yang dimaksud dalam perspektif (cara pandang) PAUD dapat digambarkan sebagai pengalaman bermain. Atas dasar konsep ini, pada pendidikan anak usia dini dikenal istilah Play Based curriculum (kurikulum berbasis permainan).
Secara yuridis kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat pengaturan tentang tujuan, isi, dan proses pendidikan pada satuan pendidikan tertentu. Sebagai suatu perangkat, kurikulum memuat berbagai panduan dalam menyelenggarakan suatu satuan pendidikan. Dalam batasan tersebut, setiap satuan pendidikan dapat menyusun dan mengembangkan sendiri tentang standar isi pendidikan, proses pembelajaran, pengelolaan pembelajaran dan penilaian terhadap peserta didik dengan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan sebagai kerangka acuan standar minimal penyelenggaraan pendidikan pada setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan di Indonesia. Dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan PAUD (KTSP PAUD), setiap lembaga PAUD harus memperhatikan standar nasional pendidikan, khususnya standar pendidikan untuk anak usia dini.
Sebagaimana jenis dan jenjang pendidikan lainnya, PAUD juga memiliki kerangka acuan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik, tahapan perkembangan dan tingkat belajar pada anak usia dini. Oleh karena itu, penggunaan kurikulum pada lembaga anak usia dini harus dipahami secara benar sehinga setiap pendidik PAUD dapat merancang, memberikan dan mengembangkan proses pembelajaran yang mengakomodasi berbagai kebutuhan perkembangan anak dengan menggunakan berbagai bahan, sumber dan media permainan edukatif yang sesuai. Pemahaman beberapa komponen kurikulum PAUD akan menjadi dasar bagi dewan pendidik PAUD dan kepala sekolah untuk menyusun dan mengembangkan sendiri KTSP pada satuan PAUD masing-masing.

C.1 Tujuan dan Fungsi Kurikulum bagi Lembaga PAUD
a. Tujuan
Kurikulum merupakan acuan konseptual yang dipergunakan oleh penyelenggara pendidikan pada satuan, jenis dan jenjang pendidikan dalam memberikan pelayanan pendidikan pada anak didik secara professional. Melalui kurikulum, pendidik dapat mempertimbangkan acuan program, proses pembelajaran, media dan sumber belajar serta teknik penilaian (asesmen) perkembangan potensi anak didik yang dipergunakan. Kurikulum yang dimaksud akan menjadi acuan kerja pelaksanaan tugas profesi tenaga pendidik PAUD dalam memenuhi ragam kebutuhan perkembangan pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat menciptakan suatu proses pembelajaran yang memungkinkan terjadinya perkembangan optimal ragam potensi anak didik (aspek moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian, kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni).
2. Fungsi
Pengembangan kurikulum pada lembaga PAUD memiliki fungsi utama dalam menyediakan acuan konsep sebagai dasar dalam memberikan keseluruhan layanan pendidikan pada anak usia dini. Sebagai acuan konsep untuk pelaksanaan tugas-tugas profesi guru, kurikulum dapat berfungsi dalam :
a) Memetakan gambaran standar program pembelajaran yang meliputi ragam aspek perkembangan yang akan dikembangkan pada anak didik untuk usia dan rentang usia tertentu.
b) Mendeskripsikan ragam layanan pendidikan yang akan diberikan pada anak usia dini secara holistik dan terpadu.
c) Menggambarkan layanan proses pembelajaran yang disepakati untuk memberikan upaya pengembangan potensi secara optimal pada anak didik.
d) Menetapkan ukuran, pendekatan dan teknik penilaian yang akan dipergunakan untuk menggambarkan perkembangan potensi pada anak didik.
C.2 Ruang Lingkup Bahan untuk Menyusun KTSP PAUD (TK)

Untuk menyusun dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan PAUD formal, setiap satuan pendidikan TK/RA harus memiliki dan memahami 4 dokumen dasar (bahan mentah) yang sudah menjadi peraturan menteri. Keempat dokumen yang dimaksud meliputi :
(1) Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan (STPP),
(2) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SPTK),
(3) Standar Isi, Proses dan Penilaian (SIPP) dan
(4) Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan dan Pembiayaan (S2P3).
Keempat bahan mentah ini, harus ditelaah dan ditata ulang sehingga menjadi dokumen 1 (dokumen KTSP pada satuan TK yang bersangkutan) dan dokumen 2 (silabus dan RPP). Proses penyusunan kedua dokumen dapat dipandu dengan menggunakan panduan penyusunan KTSP dari BSNP. Walaupun demikian dokumen kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada lembaga PAUD tidak menjadi dokumen yang wajib namun pengelolaan TK/RA yang professional tetap membutuhkan adanya acuan konsep yang jelas, terukur dan akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan) untuk menghasilkan layanan PAUD yang bermutu.

C.3 Arah, Prinsip dan Pendekatan Kurikulum bagi Lembaga PAUD
1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD
Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan pertumbuhan dan perkembangan anak berdasarkan standar perkembangan dan perkembangan dasar (SPPD) anak usia dini yang dikategorikan dalam kelompok umur sebagai acuan normatif.
2. Prinsip –prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan beberapa prinsip berikut ini:
• Relevansi
Kurikulum anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan anak secara individu
• Adaptasi
Kurikulum anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi perubahan psikologis, IPTEK, dan Seni.
• Kontinuitas
Kurikulum anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka mempersiapkan anak memasuki pendidikan selanjutnya
• Fleksibilitas
Kurikulum anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan dikembangakan secara fleksibel sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta kondisi lembaga penyelenggara
• Kepraktisan dan Akseptabilitas
Kurikulum anak usia dini harus memberikan kemudahan bagi praktisi dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini.

• Kelayakan (feasibility)
Kurikulum anak usia dini harus menunjukkan kelayakan dan keberpihakan pada anak usia dini.
• Akuntabilitas
Kurikulum anak usia dini harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat sebagai pengguna Jasa pendidikan anak usia dini.

3. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum anak usia dini juga harus memperhatikan berbagai pendekatan berikut ini:
3.1. Pendekatan Holistik dan Terpadu
Pengembangan kurikulum dan isi program didalamnya hendaknya dapat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan, potensi kecerdasan jamak serta berbagai aspek kebutuhan anak usia dini lainnya seperti kesehatan dan gizi secara holistik dan terpadu. Sebagai konsekuensinya, identifikasi dan pemetaan kompetensi harus disusun dan diorganisasikan sesuai dengan perkembangan dan analisis kebutuhan anak usia dini.
3.2 Pendekatan Ragam budaya (Multiculture approach)
Pengembangan kurikulum anak usia dini harus memperhatikan lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar anak, maupun yang mungkin dialami anak pada perkembangan berikutnya. Pendekatan multibudaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi program yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan, budaya dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat di Indonesia maupun budaya global.

3.3 Pendekatan Konstruktivisme (Constructivism Approach)
Kurikulum anak usia dini hendaknya mengacu pada pendekatan konstruktivisme yang beranggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya. Untuk itu isi program dalam kurikulum harus dapat memberikan peluang bagi anak untuk belajar sesuai dengan minat, motivasi dan kebutuhannya. Hal ini akan berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat pada anak, yang diwarnai dengan adanya kebebasan untuk bereksplorasi dalam rangka mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya.
3.4 Pendekatan kurikulum bermain kreatif (Play based curriculum approach)
Filosofi dan teori kurikulum bermain kreatif didasarkan pada 4 (empat) hal, yaitu: (1) bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan emosional, (2) bagaimana anak belajar untuk berpikir, (3) bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik serta (4) bagaimana anak berkembang melalui budayanya

C.4 Karakteristik Kurikulum Pada Anak Usia Dini
Dalam menyusun dan mengembangkan KTSP PAUD, para pengembang perlu memperhatikan sejumlah karakteristik yang menjadi penciri kurikulum PAUD. Beberapa karakteristik yang dimaksud adalah :
1. Kurikulum PAUD merupakan program pembelajaran PAUD yang mengacu pada Standar Perkembangan dan Perkembangan Dasar yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
2. Kurikulum PAUD dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan terbaik anak serta memperhatikan kecerdasan.
3. Kurikulum PAUD dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan karakteristik ruang lingkup dan jenis PAUD.
4. Kurikulum PAUD dilaksanakan berdasarkan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.



D. Acuan Standar Pendidikan dalam Menyusun KTSP PAUD

1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan (STPP)
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan (STPP) merupakan salah satu komponen utama dalam memahami, menyusun dan mengembangkan program pembelajaran (bermain) pada satuan pendidikan anak usia dini. STPP menggambarkan criteria normative pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai oleh anak pada rentang usia tertentu. Proses pertumbuhan anak yang mencakup pemantauan kondisi kesehatan dan gizi dapat menggunakan ukuran baku dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Adapun proses perkembangan anak usia dini pada berbagai dimensi perkembangan dapat ditemu kenali melalui karakteristik tingkat pencapaian perkembangan pada rentang usia tertentu yang mengikuti pola-pola umum dalam perkembangan. Pola karakteristik umum perkembangan ini menjadi ukuran normative yang bersifat generic (umum) yang harus didaptasi dengan melihat perkembangan aktuan pada masing-masing anak.

STPP sebagai acuan normative telah disusun dalam bentuk pengelompokan usia anak sebagai berikut :
1. Tahap usia 0 - < 2 tahun, terdiri atas kelompok usia:
a < 3 bulan
b 3 - < 6 bulan
c 6 - < 9 bulan
d 9 - < 12 bulan
e 12 - < 18 bulan
f 18 - < 24 bulan
2. Tahap usia 2 - < 4 tahun, terdiri atas kelompok usia :
a 2 - < 3 tahun
b 3 - < 4 tahun
3. Tahap usia 4 - ≤ 6 tahun, terdiri atas kelompok usia :
a 4 - < 5 tahun
b 5 - ≤ 6 tahun

Berdasarkan kelompok usia tersebut berdasarkan kelompok usia tersebut disusun standar tingkat pencapaian perkembangan sebagai berikut :
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
4 - < 5 tahun 5 - ≤ 6 tahun
I.NILAI-NILAI
AGAMA DAN
MORAL 1. Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya.
2. Meniru gerakan beribadah.
3. Mengucapkan doa sebelum dan /atau sesudah melakukan sesuatu.
4. Mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk.
5. Membiasakan diri berperilaku baik.
6. Mengucapkan salam dan membalas salam

1. Mengenal agam yang dianut.
2. Membiasakan diri beribadah.
3. Memahami perilaku mulia (jujur, penolong, sopan, hormat, dsb).
4. Membedakan perilaku baik dan buruk.
5. Mengenal ritual dan hari besar agama.
6. Menghormati agama orang lain.
II. Fisik
A. Motorik kasar 1. Menirukan gerakan binatang, pohon tertiup angin, pesawat terbang, dsb.
2. Melakukan garakan menggantung (bergelayut).
3. Melakukan gerakan melompat, meloncat, dan berlari secara terkoordinasi.
4. Melempar sesuatu secara terarah.
5. Menangkap sesuatu secara tepat.
6. Melakukan gerakan antisipasi.
7. Menendang sesuatu secara terarah.
8. Memanfaatkan alat permainan di luar kelas. 1. Melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan.
2. Melakukan koordinasi gerakan kaki tangan kepala dalam menirukan tarian atau senam.
3. Melakukan permainan fisik dengan aturan.
4. Terampil menggunakan tangan kanan dan kiri.
5. Melakukan kegiatan kebersihan diri.
B. Motorik halus 1. Membuat garis vertical, horizontal, lengkung kiri/kanan, dan lingkaran.
2. Menjiplak bentuk.
3. Mengkoordinasikan mata dan tangan untuk melakukan gerakan yang rumit.
4. Melakukan gerakan manipulative untuk menghasilkan suatu bentuk benda dengan menggunakan berbagai media.
5. Mengekspresikan diri dengan berkarya seni menggunakan berbagai media. 1. Menggambar sesuai gagasannya.
2. Meniru bentuk.
3. Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan.
4. Menggunakan alat tulis dengan benar.
5. Menggunting sesuai dengan pola.
6. Menempel gambar dengan tepat.
7. Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail.
C. Kesehatan Fisik 1. Memiliki kesesuaian antara usia dengan berat badan.
2. Memilliki kesesuaian antara usia dengan tinggi badan.
3. Memiliki kesesuaian antara tinggi dengan berat badan. 1. Memiliki kesesuaian antara usia dengan berat badan.
2. Memiliki kesesuaian antara usia dengan tinggi badan.
3. Memiliki kesesuaian antara tinggi dengan berat badan.
III. Kognitif
A. Pengetahuan umum dan sains 1. Mengenal benda berdsarkan fungsi (pisau untuk memotong, pensil untuk menulis).
2. Menggunakan benda-benda sebagai permainan simbollik (kursi sebagai mobil).
3. Mengenal gejala sebab-akibat yang terkait dengan dirinya.
4. Mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari (gerimis, hujan, gelap, terang, temaram, dsb).
5. Mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. 1. Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsi.
2. Menunjukan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti : apa yang terjadi ketika air ditumpahkan).
3. Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan.
4. Mengenal sebab-akibat tenteng lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah).
5. Menunjukan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti : “ayo kita bermain pura-pura seperti burung”).
6. Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
B. Konsep bentuk, warna, ukuran dan pola 1. Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk atau warna atau ukuran.
2. Mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis atau kelompok yang berpasangan dengan 2 variasi.
3. Mengenal pola AB-AB dan ABC-ABC.
4. Mengurutkan benda berdasarkan 5 seriasi ukuran atau warna. 1. Menyebutkan lambing bilangan 1-10.
2. Mencocokan bilangan dengan lambing bilangan.
3. Mengenal berbagai macam lambing huruf vocal dan konsonan.
C. Konsep bilangan, lambing bilangan dan huruf 1. Mengetahui konsep banyak dan sedikit
2. Membilang banyak benda satu sampai sepuluh.
3. Mengenal konsep bilangan.
4. Mengenal lambing bilangan.
5. Mengenal lambing huruf. 1. Menyebutkan lambing bilangan 1-10.
2. Mencocokkan bilangan dengan lambing bilangan.
3. Mengenal berbagai macam lambing huruf vocal dan konsonan.
IV. Bahasa
A. Menerima bahasa 1. Menyimak perkataan orang lain (bahasa ibu atau bahasa lainnya).
2. Mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan.
3. Memahami cerita yang dibacakan.
4. Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat (nakal, pelit, baik hati, berani, baik, jelek, dsb) 1. Mengerti beberapa perintah secara bersamaan.
2. Mengulang kalimat yang lebih kompleks.
3. Memahami aturan dalam suatu permainan.
B. Mengungkapkan Bahasa 1. Mengulang kalimat sederhana.
2. Menjawab pertanyaan sederhana.
3. Mengungkapkan perasaan dengan kata sifat (baik, senang, nakal, pelit, baik hati, berani, baik, jelek, dsb).
4. Menyebutkan kata-kata yang dikenal.
5. Mengutarakan pendapat kepada orang lain.
6. Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan.
7. Menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar. 1. Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks.
2. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama.
3. Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.
4. Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kallimat-predikat-keterangan).
5. Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain.
6. Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yabg telah diperdengarkan.
C. Keaksaraan 1. Mengenal simbol-simbol.
2. Mengenal suara-suara hewan/ benda yang ada disekitarya.
3. Membuat coretan yang bermakna.
4. Meniru huruf 1. Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.
2. Mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya.
3. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama.
4. Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.
5. Membaca nama sendiri.
6. Menuliskan nama sendiri.
V. Sosial emosional 1. Menunjukan sikap mandiri dalam memilih kegiatan.
2. Mau berbagi, menolong, dan membantu teman.
3. Menunjukan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif.
4. Mengendalikan perasaan.
5. Menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan.
6. Menunjukan rasa percaya diri.
7. Menjaga diri sendiri dari lingkunganya.
8. Menghargai orang lain. 1. Bersikap kooperatif dengan teman.
2. Menunjukan sikap toleran.
3. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang-sedih-antusias dsb)
4. Mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai social budaya setempat.
5. Memahami peraturan dan disiplin.
6. Menunjukan rasa simpati.
7. Memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah).
8. Bangga terhadap gasil karya sendiri.
9. Menghargai keunggulan orang lain.

Standar kompetensi akhir usia yang dimaksud memberikan gambaran bahwa karakteristik mental pada berbagai aspek potensi perkembangan di setiap akhir usia ditunjukkan oleh deskripsi kompetensi perkembangan yang secara normatif harus dicapai oleh anak usia dini.

2. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik anak usia dini adalah tenaga professional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Pendidik PAUD jalur formal dapat terdiri dari guru dan guru pendamping sedangkan pada PAUD nonformal terdiri atas guru, guru pendamping dan pengasuh. Standar pendidik anak usia dini telah disepakati dalam PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang mengharuskan kualifikasi akademik pada strata satu (S-1) atau D-4 pada bidang PAUD, psikologi dan bidang pendidikan yang sejalan. Adapun kualifikasi tenaga guru pendamping adalah D-2 PGTK dari perguruan tinggi yang terakreditasi.


3.Standar Isi, Proses dan Penilaian (SIPP)
Standar isi, proses dan penilaian menurut Permendiknas no 58 tahun 2009 meliputi struktur program, alokasi waktu, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang dilakukan secara terpadu/terintegrasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak. Mempertimbangkan adanya keberagaman letak, kondisi dan potensi daerah setempat, maka dimungkinkan adaya keberagaman dari segi proses (kegiatan, pendidikan dan juga pengasuhan). Hal ini memberikan kesempatan pada pihak pengelola lembaga PAUD untuk mengembangkan program yang sesuai dengan lingkungan sekitar dan kebutuhannya. Adapun keberagaman standar isi, proses dan penilaian dapat terjadi karena keberagaman bentuk layanan PAUD yang berimplikasi pada manajemen waktu, perbedaan kelompok usia yang dilayani dan perbedaan kondisi lembaga.
Dalam standar proses, perencanaan merupakan hal yang sangat penting. Perencanaan program tersebut terbagi atas perencanaan mingguan dan perencanaan harian. Ada pun perencanaan program yang disusun oleh pendidik mencakup tujuan, isi dan rencana pengelolaan program yang disusun dalam Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian. Pelaksanaan program berisi proses kegiatan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan yang dirancang berdasarkan pengelompokan usia anak dengan mempertimbangkan karakteristik perkembangan anak dan jenis layanan PAUD.
Dalam pelaksanaan kegiatan PAUD, penilaian merupakan rangkaian kegiatan pengamatan, pencatatan, dan pengolahan data perkembangan anak dengan menggunakan metode dan instrument yang sesuai. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama mengikuti pembelajaran.
a. STANDAR ISI
1. Struktur program
Struktur program kegiatan PAUD mencakup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan tersebut meliputi :
a) Nilai-nilai agama dan moral
b) Fisik
c) Kognitif
d) Bahasa
e) Social Emosional
2. Bentuk Kegiatan Layanan
a) Kegiatan PAUD untuk kelompok 0 - < 2 tahun
b) Kegiatan PAUD untuk kelompok 2 - < 4 tahun
c) Kegiatan PAUD untuk kelompok 4 - ≤ 6 tahun
d) Kegiatan pengasuhan anak usia 0 - ≤ 6 tahun yang dilakukan setelah kegiatan a, b, dan c selesai dilakukan.
e) Kegiatan penitipan anak usia 0 - ≤ 6 tahun yang dilakukan dengan menggabungkan kegiatan a atau b dengan c.
3. Alokasi waktu
a) Kelompok 2 - < 4 tahun
- Satu kali pertemuan selama 180 menit
- Dua kali pertemuan per minggu
- Tujuh belas minggu per semester
- Dua semester per tahun
b) Kelompok usia 4 - ≤ 6 tahun
PAUD jalur pendidikan formal
- Satu kali pertemuan selama 150-180 menit
- Enam atau lima hari per minggu, dengan jumlah pertemuan sebanyak 900 menit (30 jam @ 30 menit)
- Tujuh belas minggu per semester
- Dua semester dalam satu tahun
PAUD jalur pendidikan nonformal
- Satu kali pertemuan selama 180 menit
- Tiga hari per minggu
- Tujuh belas minggu per semester
- Dua semester dalam satu tahun
c) Kegiatan pengasuhan anak usia 0 - ≤ 6 tahun
Alokasi waktu disesuaikan dengan sisa waktu dari penitipan dikurangi dengan kegiatan terstruktur yang sudah dilaksanakan, sesuai dengan jenis kegiatan dan kelompok usia.
4. Rombongan belajar
a) PAUD jalur pendidikan formal
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar sebanyak 20 peserta didik dengan 1 orang guru TK/RA atau guru pendamping. Kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun dan kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.
b) PAUD jalur pendidikan nonformal
Jumlah peserta didik setiap rombongan bersifat fleksibel, disesuaikan dengan usia dan jenis layanan program dan tersedia minimal seorang guru/guru pendamping. Selain itu harus tersedia pengasuh dengan perbandingan antara pendidik ( guru/guru pendamping/pengasuh) dan peserta didik sbb :
- Kelompok usia 0 - < 1 tahun 1:4 anak
- Kelompok usia 1 - < 2 tahun 1:6 anak
- Kelompok usia 2 - < 3 tahun 1:8 anak
- Kelompok usia 3 - < 4 tahun 1:10 anak
- Kelompok usia 4 - < 5 tahun 1:12 anak
- Kelompok usia 5 - < 6 tahun 1:15 anak
5. Kalender pendidikan
Kelender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif pembelajaran, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

b. STANDAR PROSES
1. Perencanaan
a. Pengembangan Rencana Pembelajaran
- Perenacanaan penyelenggaraan PAUD meliputi perencanaan semester, Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) dan Rencana Kegiatan Harian (RKH).
- Rencana Kegiatan untuk usia 0-2 tahun bersifat individual. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal harian masing-masing anak.
b. Prinsip-prinsip
- Memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dan karakteristik anak.
- Mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan dan perlindungan.
- Pembelajaran dilaksanakan melalui bermain.
- Kegiatan pembalajaran dilakukan secara bertahap, berkesinambungan dan bersifat pembiasaan.
- Proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interakif, efektif dan menyenangkan.
- Proses pembelajaran berpusat pada anak.
c. Pengorganisasian
- Pemilihan metode yang tepat dan bervariasi.
- Pemilihan alat bermain dan sumber belajar yang ada di lingkungan.
- Pemilihan tekhnik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.
2. Pelaksanaan
a. Penataan lingkungan bermain
- Mencipkatan suasana bermain yang aman, nyaman, bersih, sehat dan menarik.
- Penggunaan alat permainan edukatif memenuhi standar keamanan, kesehatan dan sesuai dengan fungsi stimulasi yang telah direncanakan.
- Memanfaatkan lingkungan.
b. Pengorganisasian kegiatan
- Kegiatan dilaksanakan di dalam ruang/kelas dan di luar/kelas.
- Kegiatan dilaksanakan dengan situasi yang menyenangkan.
- Kegiatan untuk anak usia 0 - < 2 tahun bersifat individual.
- Pengeloalaan kegiatan pembelajaran anak usia 2 -< 4 tahun dalam kelompok besar, kelompok kecil dan individu meliputi inti dan penutup.
- Pengeloalaan kegiatan pembelajaran anak usia 4 - ≤ 6 tahun dalam, kelompok besar, kelompok kecil dan individu meliputi 3 kegiatan pokok yaitu pembukaan, inti dan penutup.
- Melibatkan orang tua/keluarga.

c. PENILAIAN
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak yang mencakup :
1) Teknik penilaian
Pengamatan, penugasan, unjuk kerja, pencatatan anekdot, percakapan/dialog, laporan orang tua dan dokumentasi hasil karya anak (fortofolio) serta deskripsi profil anak.
2) Lingkup
- Mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan peserta didik.
- Mencakup data tentang status kesehatan, pengasuhan dan pendidikan.

3) Proses
- Dilakukan secara berkala, intensif, bermakna , menyeluruh dan berkelanjutan.
- Pengamatan dilakukan pada saat anak melakukan aktivitas sepanjang hari.
- Secara berkala tim pendidik mengkaji ulang ctatan perkembangan anak dan berbagai informasi lain termasuk kebutuhan khusus anak yang dikumpulkan dari hasil catatan pengamatan, anekdot, check list dan fortofolio.
- Melakukan komunikasi dengan orang tua tentang perkembangan anak termasuk kebutuhan khusus anak.
- Dilakukan secara sistematis, terpercaya dan konsisten.
- Memonitor semua aspek tingkat pencapaian perkembangan anak.
- Mengutamakan proses dampak hasil.
- Pembelajaran melalui bermain dengan benda konkrit.

4) Pengelolaan Hasil
- Pendidik membuat kesimpulan dan laporan kemajuan anak berdasarkan informasi yang tersedia.
- Pendidik menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan anak secara tertulis kepada orang tua secara berkala, minimal sekali dalam satu semester.
- Laporan perkembangan anak disampaikan kepada orang tua dalam bentuk laporan lisan dan tertulis secara bijak, disertai saran-saran yang dapat dilakukan orang tua di rumah.





5) Tindak Lanjut
- Pendidik menggunakan hasil penilaian untuk meningkatkan kompetensi diri.
- Pendidik menggunakan hasil penilaian untuk memperbaiki program, metode, jenis aktivitas/kegiatan, penggunaan dan penataan alat permainan edukatif, alat kebersihan dan kesehatan, serta untuk memperbaiki sarana dan prasarana termasuk untuk anak dengan kebutuhan khusus.
- Mengadakan pertemuan dengan orang tua untuk mendiskusikan dan melakukan tindak lanjut untuk kemajuan perkembangan anak.
- Pendidik merujuk keterlambatan perkembangan anak kepada ahlinya melalui orang tua.
- Merencanakan program layanan untuk anak yang melalui kebutuhan khusus.


4. Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan dan Pembiayaan
A. Standar Sarana Prasarana
Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam mendukung pelayanan PAUD. Standar sarana dan prasarana meliputi jenis, kelengkapan, dan kualitas fasilitas yang digunakan dalam menyelenggarakan proses penyelenggaraan PAUD. Standar pengelolaan merupakan kegiatan manajemen satuan lembaga PAUD. Standar pembiayaan meliputi jenis dan sumber pembiayaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan dan pengembangan lembaga PAUD.
Sarana dan prasarana adalah perlengkepan untuk mendukung kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan. Pengadaan sarana dan prasarana perlu disesuaikan dengan jumlah anak, kndisi social, budaya, dan jenis layanan PAUD.

1. Prinsip:
1.1 Aman, nyaman, terang dan memenuhi criteria kesehatan bagi anak.Sesuai dengan tingkat perkembangan anak
1.2 Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, termasuk barang limbah/bekas layak pakai.
2. Persyaratan
2.1 PAUD Jalur Pendidikan Formal
2.1.1 Luas lahan minimal 300m2
2.1.2 Memiliki ruang anak dengan rasio minimal 3 m2 per serta didik, ruang guru, ruang kepala sekolah, tempat UKS, jamban dengan air bersih, dan ruang lainnya yang relevan dengan kebutuhan kegiatan anak.
2.1.3 Memiliki alat permainan edukatif, baik buatan guru, anak, dan pabrik.
2.1.4 Memiliki fasilitas permainan baik di dalam maupun di luar ruangan yang dapat mengembangkan berbagai konsep.
2.1.5 Memiliki peralatan pendukung keaksaraan.
2.2 PAUD Jalur Pendidikan Nonformal
2.2.1 Kebutuhan jumlah ruang dan luas lahan disesuaikan dengan jenis layanan, jumlah anank, dan kelompok usia yang dilayani, dengan luas minimal 3 m2 perperserta didik.
2.2.2 Minimal memiliki ruangan yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas anak yang terdiri dari ruang dalam dan ruang luar, dan kamar mandi/jamban yang dapat digunakan untuk kebersihan diri dan BAK/BAB (toileting) dengan air bersih yang cukup.
2.2.3 Memiliki sarana yang disesuaikan dengan jenis layanan, jumlah anak, dan
kelompok usia yang di layani.
2.2.4Memiliki fasilitas permainan baik di dalam dan di luar ruangan yang dapat
mengembangkan berbagai konsep.
2.2.5 Khusus untuk TPA, harus tersedia fasilitas untuk tidur, mandi, dan istirahat siang.



B.. Standar Pengelolaan
Pengelolaan dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan anak, serta kesinambungan pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini.
1. Prinsip Pengelolaan:
1.1 Program dikelola secara partisipatoris.
1.2 PAUD Jalur pendidikan formal menerapkan manajemen berbasisi sekolah yang ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
1.3 PAUD jalur pendidikan nonformal menerapkan manajemen berbasis masyarakat.
2. Bentuk Layanan:
2.1 Paud Jalur pendidikan formal untuk anak usia 4 - ≤ 6 tahun, terdiri atas:
2.1.1 Tman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal
2.1.2 Bentuk lain yang sederajat.
2.2 PAUD jalur pendidikan nonformal terdiri atas:
2.2.1 Taman Penitipan Anak untuk anak usia 0 - ≤ 6 tahun
2.2.1 Kelompok Bermain untuk anak usia 2 - ≤ 6 tahun
2.2.3 Bentuk lain yang sederajat untuk anak usia 0 - ≤ 6 tahun
3. Perencanaan Pengelolaan:
3.1 Setiap lembaga Paud perlu menetapkan vis, misi dan tujuan lembaga, serta
mengembangkannya menjadi program kegitan nyata dalam rangka pengelolaan dan peningkatan kualitas lembaga.
3.2 Visi, misi, dan tujuan lembaga dijadikan cita-cita dan upaya bersama agar mampu memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan pada semua pihak yang berkepentingan.
3.3 Visi, misi, dan tujuan lembaga dirumuskan oleh pimpinan lembaga bersama
masyarakat, pendidik dan tenaga kependidikan.
3.4 Untuk Paud Formal, selain butir 3.3 vusu, misi, dan tujuan juga dirumuskan bersama dengan komite sekolah.
3.5 Program harus memiliki izin sesuai dengan jenis penyelenggara program.


4. Pelaksanaan Pengelolaan
4.1 Pengelolaan Administrasi kegiatan meliputi:
4.1.1 Data anak dan perkembangannya;
4.1.2 Data lembaga;
4.1.3 Administrasi keuangan dan program.
4.2 Pengelolaan sumber belajar/media meliputi pengadaan, pemanfaatan dan
perawatan:
4.2.1 Alat bermain;
4.2.2 Media pembelajaran; dan
4.2.3 Sumber belajar lainnya.
5. Pengawasa dan Evaluasi
5.1 Lembaga memiliki mekanisme untuk melakukan pengawasan dan evaluais program minimal satu kali dalam satu semester
C. Standar Pembiayaan
Pembiayaan meliputi jenis, sumber, dan pemanfaatan, serta pengawasan dan pertanggung jawaban dalam penyelenggaraan dan pengembangan lembaga PAUD yang dikelola secara baik dan transparan.
1. Jenis dan Pemanfaatannya:
1.1 Biaya investasi, dipergunakan untuk pengadaan sarana, pengembangan SDM, dan kerja tetap.
1.2 Biaya operasional, digunakan untuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang melekat, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai dan biaya operasional pendidikan tak langsung.
1.3 Biaya personal, meliputi biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Sumber Pembiayaan
Biaya investasi, operasioanl, dan personal dapat diperoleh dari pemerintah, pemerintah daerah, yayasan, partisipasi masyarakat dan/atau pihak lain yang tidak mengikat.
3. Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Lembaga memiliki mekanisme untuk melakukan pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Daftar Pustaka

Abdullah, Ambo Enre. Pendidikan dalam Otonomi Daerah, Nasional dan Global. Semiloka FIP dan JIP Se-Indonesia, Makassar, 2001

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kebijaksanaan Umum. Pusat Kurikulum, Jakarta, 2001.

Hamidjojo, Santoso. S. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dalam rangka Reformasi Pendidikan Nasional menuju Indonesia Baru, Konaspi: Jakarta, 2000.

Hapidin, Implikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Yayasan Bani Saleh: Bekasi, 2002.

Hapidin, Strategi Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini. STAI Bani Saleh: Bekasi, 2005.

Hapidin, Manajemen Pendidikan TK. Jakarta : Yayasan Karunika, Universitas Terbuka, 2003.

Muhaimin, dkk. Pengembangan Model Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta, Rajawali Pers, 2008.

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Rosda Karya, 2003.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.

Departemen Pendidikan Nasional;, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2005.